وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖٓ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۗ قَالَ اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ ٦٧ (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi.” Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang jahil.”31) (QS. Al-Baqarah, 2:67) 31) Kata jahil bisa berarti ‘bodoh’, ‘meyakini sesuatu yang tidak benar’, atau ‘melakukan perbuatan yang tidak layak dikerjakan’.
Kisah sapi betina ini menggambarkan tabiat Bani Israil secara turun-temurun: kerasnya hati mereka untuk menerima kebenaran, pembangkangan mereka terhadap risalah yang dibawa oleh para Rasul, mengulur-ulur waktu dalam menyambut berbagai kewajiban, mencari-cari alasan, dan melecehkan Allah Swt. dan para Rasul-Nya.
Ketika Nabi Musa menyampaikan perintah Allah Swt. untuk menyembelih seekor sapi betina, mereka menuduh Nabi Musa telah mengolok-olok mereka. Nabi Musa menanggapi kebodohan ini dengan berlindung kepada Allah dan mengajak mereka dengan lemah lembut melalui pemberitahuan dan sindiran tentang adab di hadapan Tuhan Yang Mahamulia. Di samping itu, Nabi Musa menjelaskan bahwa tuduhan mereka terhadapnya tidak pantas dilakukan, kecuali oleh orang yang tidak mengetahui keagungan Allah dan tidak mengerti adab.
Pengarahan ini seharusnya sudah cukup bagi mereka untuk menumbuhkan kesadaran, kembali kepada Tuhan mereka, dan melaksanakan perintah Nabi mereka. Namun, mengulur-ulur waktu dan berbelit-belit sehingga mereka kembali meminta dan bertanya kepada Nabi Musa agar Tuhannya menjelaskan lebih rinci ciri-ciri khusus dari sapi betina itu. Nabi Musa menjelaskan bahwa gambaran sapi betina yang dimaksud adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu. Selanjutnya, mereka kembali bertanya tentang warna sapi betina yang dimaksud, Nabi Musa pun menyampaikan kembali, sesuai firman-Nya, bahwa, {… sapi itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan orang-orang yang memandang(nya).} (QS Al-Baqarah, 2: 6).
Rentetan pertanyaain ini mengisyaratkan bahwa mereka masih ragu dengan kebenaran yang disampaikan Nabi Musa. Merekalah kaum yang memperumit masalah dan mempersulit diri mereka sendiri sehingga Allah pun mempersulit mereka dengan menambahkan ciri-ciri baru pada sapi betina itu, padahal sebelumnya mereka sangat mudah mendapatkannya. Mereka sendirilah yang kemudian merasa kesulitan dalam mencari sapi betina tersebut.
(Sayyid Wutb, Fi Zilalil Qur’an, Jilid 1, 2000: 155)